Pagi tak lagi basah oleh embun yang melekat di dedauan. Pagi sendu beraroma tidak asing. Aroma ini aku masih ingat, setengah tahun lalu pernah menyesakkan raga. Berminggu belakangan, aroma ini setia menyambut pagiku. Bukan suatu aroma yang menggiurkan. Bukan pula aroma yang semerbak penuh kenyamanan. Inilah aroma sesak yang muncul dari kumpulan kabut. Kabut asap menyeruak dari kobaran api-api sangar yang melumat habis sekumpulan hijau yang mungkin disebut hutan.
Mereka memutih diantara biru langit. Mereka memenuhi ruang-ruang yang tak berisi. Mereka menyesakkan hingga ke rongga-rongga tubuh. Lalu mereka menyembunyikan mentari dengan abu-abunya. “Dimana sang mentari?” Kelabu. Kota ini tak sehangat kemarau biasanya. Mentari terlihat bagai bulan, tidak menyilaukan sedikitpun.
Diantara kelabu yang semakin memekat. Sudah lama tak terlihat senja yang memancarkan jingga. Mentari seperti tenggelam lebih awal dalam pekatnya. “Aku rindu jingga itu!” Lalu aku mencoba menguatkan diri. Diantara denyutan kepala yang semakin berlomba-lomba, rongga dada penuh gelora sesak, dan mata ini meronta-ronta serta merta memohon pada pemiliknya untuk selalu terpejam. Sakit.
Aku tak tahu lewat tangan siapa Tuhan memberikan cobaan ini. Disini, memang tak ada gunung merapi yang mengancam dengan lahar dan abu. Memang pula tak ada laut yang akan mengundang kekuatan tsunami. Disini, hanya ada lahan dan hutan yang menghijau. Mereka mematung dan membisu. Hening. Tak sehening biasanya, ada yang membuat mereka mengamuk. Ulah tangan jahil yang usil membangunkan mereka yang mematung dan membisu. Mereka berubah menjadi sosok menakutkan yang menyebabkan semuanya berubah kelabu. Merah menyala, lalu menyisakan putih menggumpal. Kabut asap. Ada peringatan yang dikirimkan sang pencipta untuk semua warga Riau lewat tangan manusia melalui perantara si hijau yang memerah lalu berubah kelabu.
![]() |
source |
Tak ada air yang memacu dengan deras turun dari atas sana. Kita berada dikemarau penuh buram. Terhenyak dalam cobaan ini. Mungkin khilaf telah banyak diperbuat. Oleh karena kita yang melanggar aturan Tuhan. Mungkin. Dan aku masih disini, merenung salah diantara kabut asap dimusim kering.
Pekanbaru, 3 Maret 2014
Thanks for reading & sharing Mungkin Blog
ngeri deh riau:(
ReplyDeleteuiihhh Pekanbaruhhh.....
ReplyDeleteAku dah 3 bulan di Jakarta, jadi belum merasakan kabut asap Riau..
sepertinya kabut asap di riau ini terjadi hampir tiap tahun ya mbak
ReplyDeleteBALASAN UNTUK:
ReplyDelete@Tama: Janganlah di ngeri2 gitu, tambah serem tauk
@bg rizal: loh udah di JKT sekarang, baguslah, jadi gak ngerasa kabut asap lagi :)
@ririe: hhmm semoga gak begitu mbak :|
kak iva , apa mungkin itu kabut harian ato kabut yang berasal dari kelud???
ReplyDeletemendingan pekan barunya di pindah aja yang bebas dari kabut ._,
#ngaco
wah kangen bgt sama perempatan ini,,,disini nih tempat gue nyasar pas mau buru2 balik ke aceh,,pdahal udh berpuluh2 tahun tinggal di PKU tp bisa juga kesasar. PKU sungguh sayang diselimuti kabut sperti saat kita masih bersama dulu :(
ReplyDeletehihi jangan merenung bagus. Tapi jangan merenung aja mbak :) Ayouw aksi bareng. Kampayekan untuk hidup sehat, menjaga alam sampai dengan tidak membakar hutan. Kampaye lewat online semacam ini sampai dengan kampaye di lapang. sangatlah bagus. Semangat buat kawan-kawan di sana. Hem semoga segera mereda dan aktivitas pendidikan segera berlanjut lagi.
ReplyDeleteko komen saya kagak muncul ya?? Jadi bingung, semoga Di Riau segera selesai kabutnya dan pendidikan segera berlanjut. Kasian mereka-mereka adik-adik yang tidak bisa sekolah.
ReplyDeleteWahh.. untunglah gak separah gunung kelud. mungkin Pemda perlu hujan buatan deh buat mengantisipasi warga terjangakit penyakit asma! :D Salut kak tulisan dan bahasamu puitis bgt. :v
ReplyDeletekok sedih ya postingannya.. beneran sedih banget :"(
ReplyDeletesemoga segera kelar dan dimudahkan jalannya saudara-saudara di sana :"(
wahhh prolognya keren mbak, bahasa nya pakek kiasan semua nih.
ReplyDeletebtw, di Palembang juga gitu mbak, kabut banyak banget, mungkin karena lagi musim kemarau kali yee :v
kesaksian langsung dari warga Pekanbaru...
ReplyDeletegue turut prihatin dengan bencana yang ada Va, gue denger sih stok oksigen juga udah tipis banget.. sisanya gas yang enggak sehat buat manusia..
semoga semua ini segera berlalu, amin
loh sampai sekarang masih kak?? perasaan beberapa minggu lalu (pas masih libur) udah ada berita ini, dan sampai sekarang masih? semoga cepat padam ya kak, kasihan juga orang2 di sana kehilangan hak nya untuk menghirup udara segar :(
ReplyDeleteyang sabar ya... mudahan2 keadaan cepat membaik ... :)
ReplyDeletebahasanya keren banget hehe
sedih banget bacanya..emag serba salah ya di sana...mana di sana sedang kemarau, padahal di Jawa hujan melulu sampai jakarta air meruah ruah serupa susu rasa coklat gini..emang Indonesia sedang banyak diuji, dan kalau dipikir pikir lebih banyak karena hasil khilaf para umatnya..semoga semua smakin tersadar dan keadaan bisa semakin membaik, aamiin :)
ReplyDeleteGak tau harus diapain lagi tuh orang-orang yg gak bertanggung jawab, seenaknya aja bakar hutan! "Hutan aja dibakar! Apalagi hati akuuh!!" #halah
ReplyDeleteYang sabar ya va dan warga pekanbaru, semoga ini cepat berakhir, hujan akan segera datang. :)
Aku ikut prihatin :( Semoga kabutnya cepet ilang ya kak, biar bisa menghirup udara segar lagi. Amin~
ReplyDeleteTulisannya keren kak, puitis banget :')
Gue baca di inet, udara bersih di riau hanya 5% doang yaa? Ya ampun :'( Kuasa Tuhan.
ReplyDeleteGue ada baca loh cara mengundang hujan. Kalo tiap rumah menerapkan gini, bisa jadi berton-ton air di langit bakal jatuh deh. Cobain
Air sama garem di campurin gitu. Trus di tarok di luar rumah. Usahain jangan sampe nyerap ke dalem tanah. Tarok di baskom aja. Soalnya bakal menguap tu aer. Gue dapet dari BC di bbm sih.
Tapi kabut asep nya juga sampe jambi loh :'(